- Jumat, 27 Desember 2024
Pemerintah berencana menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai tahun depan sesuai amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kebijakan ini memicu kekhawatiran publik, terutama terkait barang kebutuhan pokok yang dijanjikan bebas dari PPN. Para ekonom menilai pemerintah belum memiliki kejelasan mendetail mengenai definisi “barang kebutuhan pokok”, yang berpotensi menimbulkan kebingungan dan polemik di tengah masyarakat.
Kebijakan ini dianggap ambigu karena barang kebutuhan pokok selama ini didefinisikan secara umum tanpa kejelasan batasan spesifik. Apakah semua jenis beras, daging, atau bahan pokok lainnya akan bebas PPN atau hanya kategori tertentu? Misalnya, daging premium atau beras kualitas tinggi masih masuk dalam ranah kebutuhan pokok atau tidak? Kondisi ini memicu kekhawatiran bahwa kebijakan PPN 12 persen justru akan membebani masyarakat kecil jika terjadi kesalahpahaman dalam implementasinya.
Salah satu ekonom dari lembaga kajian ekonomi menegaskan bahwa tarif PPN seharusnya mempertimbangkan prinsip keadilan dan perlindungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Menurutnya, perlu ada regulasi yang lebih rinci mengenai klasifikasi barang kebutuhan pokok agar tidak terjadi penarikan pajak yang merugikan kelompok masyarakat paling rentan. Jika tidak, harga-harga barang pokok berpotensi naik karena celah ambigu dalam kebijakan ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu.
Selain itu, sosialisasi kebijakan ini dinilai masih minim, baik untuk pelaku usaha maupun konsumen. Pemerintah harus memastikan masyarakat memahami barang apa saja yang dibebaskan dari PPN serta kategori mana yang terkena pajak. Hal ini penting untuk menghindari kebingungan yang bisa berujung pada penyesuaian harga di tingkat pasar. Jika komunikasi yang jelas tidak dilakukan, ada potensi lonjakan harga kebutuhan pokok secara tiba-tiba di awal implementasi kebijakan, yang akan sangat memberatkan masyarakat.
Dengan naiknya tarif PPN menjadi 12 persen, pemerintah memang dihadapkan pada dilema antara menambah pendapatan negara dan menjaga stabilitas ekonomi rakyat. Kejelasan aturan mengenai barang kebutuhan pokok menjadi krusial agar tujuan penerapan pajak yang lebih tinggi ini tidak justru menciptakan masalah baru di lapangan. Pemerintah diharapkan d